Memastikan Prospek Investasi 2009 tetap Cerah

01
JUN
2014

Banyak pihak, termasuk Bisnis Indonesia, menayakan bagaimana prospek investasi 2009? Jawaban saya, lebih baik berusaha memastikan bahwa prospek tersebut tetap cerah, dibandingkan menebak atau memproyeksikan keadaan tersebut. Bukan apa-apa, krisis keuangan global saat ini betul-betul parah dan dampaknya masih terus diperkirakan dan bisa berubah kapan saja.

Kunci keberhasilan Indonesia dalam memastikan prospek investasi yang lebih atau tetap cerah seperti beberapa tahun terakhir terletak pada menentukan proses apa yang harus diwujudkan.

Dalam hal investasi sektor riil, proses tersebut dapat dikategorikan menjadi tiga. Pertama proses mewujudkan iklim investasi yag lebih menarik dan kompetitif dari segala keamanan, kecepatan pelayanan perizinan, dan kepastian hukum.

Kedua adalah proses mempromosikan Indonesia kepada dan di antara negara-negara lain di Asia dan dunia. Ketiga adalah proses mempertahankan investasi yang sudah berjalan atau sudah disetujui. Agar investasi yang sudah ada bisa ditingkatkan maka dukungan masyarakat terhadap pentingnya investasi juga perlu ditingkatkan.

Inilah tiga proses atau lebih tepatnya tiga proses yang harus dipenuhi oleh Indonesia untuk memastikan prospek investasi yang tetap cerah di tengah-tegah resesi perekonomian global. Tiga prinsip tersebut bila dijalankan dengan baik akan mengemas profil, kebutuhan, dan karakter Indonesia sebagai tujuan investasi unggulan.

Profil Indonesia adalah negara besar yang kaya sumber daya alam namun masih dalam tahap membangun. Kebutuhan Indonesia adalah pembagunan fisik serta manusia dengan latar belakang yang sangat majemuk dan demografi yang sangat muda.

Serta karakter masyarakat agraris yang sedang mengalami perubahan fundamental sebagai akibat dari proses demokrasi dan desentralisasi yang sangat cepat. Yang tidak kalah penting adalah mencocokan proses dan kemasan tersebut dengan peluang dan tantangan dalam mengundang investasi pada 2009.

Mencari berkah

Sebenarnya resesi perekonomian kali ini membawa beberapa peluang nyata bagi Asia, khususnya Indonesia. Pertama, sebelum AS resmi dideklarasikan mengalami resesi, para ekonom dunia sudah memprediksikan potensi Asia sebagai garda depan pertumbuhan ekonomi dunia, terutama India dan China sebagai lokomotifnya.

Saat itu yang dijadikan acuan adalah pertumbuhan ekonomi di AS, Eropa dan negara-negara maju lainnya sebagai Jepang yang semakin stagnan karena struktur masyarakatnya yang semakin berumur dan siklus pertumbuhan ekonominya yang sudah memasuki tahap mature atau matang. Resesi perekonomian saat ini justru mengukuhkan posisi Asia bukan saja sebagai masa depan perekonomian dunia, tapi justru sebagai penyelamat.

China dan india akan mengalami goncangan yag cukup mengkhawatirkan sebagai akibat dari resesi di AS. Kedua negara asia adidaya tersebut bergantung kepada daya beli masyarakat dan perusahaan global yang berbasis di AS dan Eropa. India dengan industri teknologi informasi (TI) dan China dengan ekspor barang konsumennya.

China dan India pasti dipaksa untuk melakukan berbagai penyesuaian internal melalui kebijakan-kebijakan ekonomi yang sifatnya terobosan untuk menyelamatkan perekonomian masing-masing dari dampak resesi AS yang terlalu dalam. Penyesuaian-penyesuaian tersebut bisa menimbulkan kekhawatiran bagi para penanam modal khususnya dalam hal kepastian regulasi. Hal ini bisa berdampak negatif terhadap iklim investasi di kedua negara.

Nah ini adalah berkah kedua dari resesi saat ini bagi Indonesia. Ketika para penanam modal sudah pasti datang dan mencari peluang di Asia di luar China dan India, Indonesia sebagai negara terbesar ketiga harusnya diuntungkan karena lima hal utama: ukuran pasar domestik yang sangat besar, tingkat konsumsi dan daya beli masyarakat yang semakin meningkat, potensi sumber daya alam yang sangat kaya, stabilitas politik dan demokrasi yang terus terbangun dengan baik, serta rezim devisa bebas yang merupakan daya tarik tersendiri karena memberikan fleksibilitas keuangan yang sangat tinggi bagi penanam modal.

Berkah ketiga adalah perubahan yang akan terjadi di dalam kawasan Asa itu sendiri dengan bergesernya atau setidaknya terbaginya episentrum perekonomian global. Stephen Roach, Mantan Chief Economist Morgan Stanley yang sekarang menjadi Chairman Morgan Stanley Asia Pacific menulis buku dan memberi judul yang sangat tepat ' The New Asia '. artiya tidak saja Asia akan menjadi masa depan perekonomian global, tapi perekonomian Asia itu sendiri akan mengalami perubahan yang cukup besar dan mendasar.

Singkatnya, untuk membuat prospek investasi Indonesia tetap cerah pada 2009, maka pemerintah harus mampu memadukan kapasitas dan keunggulan Indonesia, dengan peluang yang ada, serta dengan terus menyadari perubahan yang sedang terjadi.

Sepanjang empat setengah tahun terkhir, pemerintah melalui BKPM berusaha untuk menyelesaikan beragam permasalahan praktis yang terjadi di lapangan seperti rumit dan lamanya proses persetujuan izin investasi, menyamakan pelakuan terhadap investor asing dan domestik, dilanjutkan dengan meningkatkan kejelasan peraturan investasi di Indonesia.

Melalui konsep 'From red tape to red carpet', pemerintah setidaknya berhasil meyakinkan komunitas penanam modal bahwa Indonesia adalah negara yang serius dan proinvestasi. Hasilnya, realisasi penanam modal asing (PMA) tahun lalu melonjak hingga 40,4% menjadi US$14,2 miliar dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumya sebesar US$10,13 milliar. Untuk periode 11 bulan 2008, jumlah proyek mencapai 1.029 proyek.

Sedangkan investasi domestik walaupun nilainya turun 51% menjadi US$1,86 miliar dibandingkan dengan 2007 sebesar US$3,79 miliar. Tetapi dari jumlah proyek naik menjadi 210 proyek dibandingkan dengan sebelas bulan pertama 2007 sebanyak 148 proyek.

Mudah-mudahan ini addalah tanda bahwa pengusaha lokal dalam skala menengah semakin berani untuk meningkatkan kegiatan investasi sejalan dengan semakin menularnya virus kewirausahaan di seluruh Indonesia.


Sumber: Muhammad Lutfi, Kepala Badan Koordinasi penanaman Modal (BKPM)